Mengenal Goguma Ppang, Inovasi Pangan Sehat Kaya Serat

Goguma Ppang, roti manis asal Korea yang kini tengah digemari masyarakat, menjadi salah satu produk inovasi yang dikembangkan oleh Dosen Gizi IPB dan Dosen Tata Boga UNJ. Selain memiliki bentuk yang menarik, roti ini juga kaya gizi dan bermanfaat bagi kesehatan. Ubi sebagai bahan utamanya mengandung antosianin dan serat yang baik untuk mencegah obesitas yang erat kaitannya dengan penyakit degeneratif seperti diabetes dan jantung.

Ubi rebus pada umumnya sudah cukup digemari masyarakat. Namun, melalui inovasi olahan lebih lanjut, ubi bisa menjadi produk yang lebih menarik, terutama bagi anak-anak dan remaja. Hal inilah yang mendorong Dosen Gizi IPB, Dr.agr. Eny Palupi, STP, M.Sc. berkolaborasi dengan Dosen Tata Boga UNJ, Dr. Cucu Cahyana, S.Pd., M.Sc. untuk menghadirkan olahan ubi berupa goguma ppang dengan nilai tambah gizi melalui penambahan kacang merah.

Secara kandungan gizi, ubi jalar ungu segar memiliki kadar serat pangan sebesar 2,01 – 3,87% dan kandungan antosianin sekitar 130,2 mg/100 g, sedangkan kacang merah mengandung serat pangan sebesar 2-5%. Keduanya digolongkan sebagai pangan dengan indeks glikemik rendah. Inovasi produk goguma ppang yang dikembangkan menunjukkan kandungan serat yang cukup tinggi, yaitu 6,92 g per 100 g, serta protein sebesar 7,18 g, lebih tinggi dibandingkan produk sejenis yang rata-rata hanya 2,13 g protein. Dengan demikian, produk ini tidak hanya menawarkan nilai gizi yang lebih baik, tetapi juga berpotensi mengoptimalkan pemanfaatan komoditas lokal Indonesia, khususnya ubi jalar yang banyak dihasilkan dari wilayah Bogor.

Inovasi ini tidak berhenti pada pengembangan produk saja, tetapi juga dikenalkan langsung kepada masyarakat melalui pelatihan yang menjadi bagian dari program BIMA Pengabdian Kemendiktisaintek. Penerima manfaatnya adalah masyarakat Desa Benteng, Kabupaten Bogor, yang terdiri dari Kelompok Tani Sinar Tani, Kelompok Tani Cahaya Tani, Kelompok Tani Selaras, serta KWT Barokah dengan pendampingan dari Posluhdes.

Desa Benteng sendiri merupakan desa binaan IPB dalam pengembangan ekosistem bisnis ubi. Melalui pelatihan ini, masyarakat didorong untuk memanfaatkan ubi low-grade, ubi yang tidak memenuhi standar ekspor, agar dapat diolah menjadi produk bernilai jual tinggi.

“Kami sangat senang bisa diberikan pelatihan terkait olahan ubi. Dengan ini, bapak-bapak bisa bertani, sementara ibu-ibu memiliki peluang usaha tambahan melalui pembuatan olahan ubi. Apalagi ubi yang dipakai adalah ubi yang tidak masuk spek ekspor dan harganya relatif rendah di pasaran,” ucap Mahpudin, salah satu peserta.

Pelatihan dilaksanakan di Laboratorium Dietetik dan Kulinari, Departemen Gizi IPB, sehingga masyarakat dapat belajar langsung dengan memanfaatkan peralatan yang memadai serta memperoleh gambaran  lengkap tentang pembuatan olahan sesuai standar.

“Kami berharap inovasi ini dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat, tidak hanya menambah ragam pangan sehat yang digemari, tetapi juga membuka peluang usaha yang menjanjikan,” tutur Dr. Eny dalam kesempatan tersebut.

Comments are closed

Latest Comments

No comments to show.